1.Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)
Data dalam SIG sebaiknya digambarkan dengan menggunakan proyeksi yang sama. Suatu SIG biasanya mendukung beberapa sistem proyeksi dan mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan satu proyeksi ke sistem proyeksi lainnya. Sistem proyeksi yang paling umum dipakai dalam pemetaan adalah sistem UTM (Universal Transverse Mercator). Sistem proyeksi UTM adalah sistem koordinat bidang yang didasarkan pada system transverse mercator. Proyeksi dalam sistem ini permukaan bumi dibagi menjadi 60 zone yang masing-masing ‘selebar’ 6 derajat pada garis bujur (longitude). Setiap zone dinomori, kemudian dilakukan pembagian setinggi 8 derajat pada garis lintang (latitude) yang diberi dengan kode huruf.
Dalam proyeksi UTM, Provinsi Kalimantan Timur yang sebagian besar wilayahnya ada di antara 114 0’ 0” BT sampai 120 0’ 0” BT dan 8 0’0” LU sampai 8 0’ 0” LS masuk dalam zone UTM 50, untuk wilayah Kalimantan Timur yang ada di bawah katulistiwa (equator - 0 0’ 0” LU/LS) sampai dengan 8 0’ 0” LS zone UTM 50M (50 South/Selatan), sedang yang berada di sebelah utara equator sampai dengan 8 0’ 0” LU masuk dalam zone UTM 50N (50 North/Utara).
Sistem UTM dengan system koordinat WGS 84 sering digunakan pada pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang membungkus ellipsoid dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yang berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Pada system proyeksi UTM didefinisika posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan conform yang memotong bumi pada dua meridian standart. Seluruh permukaan bumi dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1 dimulai dari 180° BB hingga 174° BB, zone 2 di mulai dari 174° BB hingga 168° BB, terus kearah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT sampai 180° BT. Batas lintang dalam system koordinat ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap bagian derajat memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80° LS kearah utara. Bagian derajat dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga 64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya.
Gambar 3. Zona UTM Dunia
Setiap zone UTM memiliki system koordinat sendiri dengan titik nol pada perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negative, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zone yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negative ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 meter. Sedangkan untuk zone yang terletak dibagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 meter.
Untuk wilayah Indonesia terbagi atas sembilan zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai dengan 144° BT dengan batas pararel (lintang) 11° LS hingga 6° LU. Dengan demikian wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54 (meridian sentral 141° BT).
Gambar 4. Zona UTM Indonesia
(diambil dari:www.rif-qy-abiis.blogspot.com)
2.Proyeksi Homolografik (Goode)
Sifatnya sama luas. Merupakan usaha untuk membetulkan kesalahan yang terjadi pada proyeksi Mollweide. Baik untuk menggambarkan penyebaran.
3.Transverse Mercator (TM) (Gauss Conformal / Guass-Krüger / Transverse Cylindrical Orthomorphic), merupakan sistem proyeksi silinder, konform, tangen, traversal. Bidang silinder memotong bola bumi pada 1 garis bujur disebut meridian standar. Pada sistem ini, garis bujur tergambar sedikit melengkung dan garis lintang tegak lurus.
4.Proyeksi Albers Equal Area Conic (Diambil dari:www.samrumi.blogspot.com)
Biasanya digunakan untuk kawasan sempit atau negara yang terbentang dari timur ke barat, namun bukan benua. Mempertahankan sudut antara meridian dan paralel. Berupaya untuk meminimalkan distorsi skala linear dan bidang, namun keduanya kurang tepat. Contoh di sini menunjukkan tampilan proyeksi ini di permukaan bumi.
5.Proyeksi Oblique Mercator (Hotine)
Proyeksi silinder sama seperti proyeksi Mercator, namun silinder digeser sejajar dengan kawasan yang letaknya miring dan tidak mengikuti sumbu utara-selatan maupun timur-barat. Kawasan yang akan dipetakan biasanya berupa bagian kecil sepanjang garis meridian dan berdekatan secara lateral. Misalnya, proyeksi ini awalnya dibuat untuk memetakan semenanjung Malaysia.
6.Proyeksi Chamberlin Trimetric(diambil dari:www.samrumi.blogspot.com)
Digunakan oleh National Geographic Society untuk memetakan sebagian besar benua. Proyeksi ini merupakan ekuidistan tiga titik yang dirancang untuk mempertahankan jarak antara tiga titik acuan relatif terhadap titik lain.
7.Proyeksi Lambert Conformal Conic (diambil dari:www.samrumi.blogspot.com)
Sebuah proyeksi ideal untuk garis lintang tengah dan/atau dengan wilayah yang akan dipetakan berorientasi timur-barat. Proyeksi ini sering ditemukan di peta USGS yang dibuat setelah tahun 1957. Skala mendekati akurat pada area tersebut.